Minggu, 05 Mei 2013

TITIK TEMU


Terlalu banyak alasan yang ditawarkan ataukah pembenaran karena wangi dunia dan hiruk pikuknya masih begitu silau untuk ditinggalkan ?

Masih begitu mudah kata nanti, esok dan alasan manis terbungkus kiasan-kiasan yang dilontarkan dengan nada tak ikhlas, kepayahan, dan dengus bosan dibelakang.

Itu membelenggumu, kian jelas racau setan untuk melepas segala perlindungan.
Sementara tidakkah ingat yang Alloh janjikan lebih dari sekedar sepoi nikmat angin berhembus menyentuh kulit, lebih manis dari sekedar tatapan iri dan lontaran puja puji, lebih syahdu dari sekedar mendapat perhatian yang tak berdasar ikatan.

Maka nikmat manakah yang kau dustai ? Terulang untuk diulang, berkali-kali untuk dipahami, hingga hapal bukan hanya untuk diucap.                                                                          
Tidakkah merasa bahwa itu tanya untuk kita ? Untuk tiap inci kulit yang terburai tanpa penutup, untuk tiap bubuk gincu warna-warni ditingkahi kuas kecil terkembang diatas pipi, untuk tiap helai rambut nan suci yang tak terhijabi.
Kelak dengan inikah kita menghadap ? dengan keteledoran dan keacuhan atas segala pinjaman.
Karena Ia mencintai kita. Karena Ia zat yang mencipta, memberi rasa, raga dan harta hingga kini dengan segala ciptaNya, tak malukah kita berlenggok membuang muka atas firman Nya juga nasehat Nabi Sang pembawa risalah cinta.


Maka nikmat manakah yang kau dustai ? Seakan mencubit, menjewer berkali-kali telinga manusia yang masih ribut, kusuk masai dengan berjuta-juta uang dikeluarkan demi permak sana sini atas maha indah ketetapan Alloh yang telah terjadi. Tanya atas segala tangis karena merasa kekurangan, keengganan atas begitu banyak aturan.

Ia masih menunggu, mencinta dan menjaga, tanpa kita ingat, tanpa kita sembah tanpa pernah kita cinta. Pernahkah ? Jika masih berat untuk menjalankan perintah, jika syirik-syirik kecil tlah tanpa sadar tengah kita peluk dengan mesra, menyembah dunia, menyembah kerja, harta dan nilai A semata, mengorbankah hati, nurani dan kadang harga diri.

Tidakkah kita merindu titik temu ? Tidakkah kita rindu lantunan doa dalam sujud syahdu ? Tidakkah segala kemewahan itu membelenggu, semu dan menjadi sederhana itu nyata, tanpa bisik cerca yang harus kita sita.

Tidakkah segala ketetapanNya menjaga, bukan menyiksa ? Karena kita manusia, merindu, menghamba itu kebutuhannya, hanya kadang harta, rupa dan segala keelokkan dunia mengaburkan jalan menuju titik temu, tempat kita merindu dan asyik syahdu menghamba, bersujud dan terhijab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar