Kala, bila
denganmu aku tak jua bosan
Kala, saling
menggenggam dan melengkapi aku tak jua penat
Bila, kau panggil
dengan merdu suaramu, aku hanya mampu kelu
Bila, kita tlah
merajut rindu hasil rangkai benang hidup yang tak kendur maupun lapuk
Kala dan Bila
tlah menjadi sepasang frasa tanya atas keambiguan dan penyesalan yang nyalang
meminta korban.
Aku menjadi
saksi tepuk riuh pergulatan kata yang terhimpun dalam dendang keras yang tak
lagi malu untuk menusuk, tak lagi rikuh menghunus pedang dengan Kala dan Bila
dimana-mana, tersebut berkali seolah menunjukkan kedikdayanya.
Nyatanya, Kala
dan Bila disudut dunia sana, yang tak terjamah dengan kebisingan apalagi sorak
berlebihan tengah berpegangan, mesra, seolah lupa dalam arena kadang mereka
menjadi lawan yang tak kenal kemanusiaan, aku mengintip malu-malu, takut
mengganggu, dan kini kisah itu kuceritakan padamu, kisah terlarang Kala dan
Bila, yang entah kapan akan terkuak kebenarannya, aku hanya mampu menyambung
ilmu, mencari pemahaman baru akan dunia yang terlalu penuh dusta, beragam tawa
tak tulus dan jabat dengan seringai melebar dibelakang.
Aku hanya mampu
jatuh kasihan, melihat di ujung peraduan, sisa sore itu mereka mesti berpisah,
melambaikan tangan dan berpura-pura memasang wajah datar untuk kemudian kembali
menjalani siklus yang telah tertetapkan
yang tak mampu dibekukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar