Senin, 06 Mei 2013

Kala Bila



Kala, bila denganmu aku tak jua bosan

Kala, saling menggenggam dan melengkapi aku tak jua penat

Bila, kau panggil dengan merdu suaramu, aku hanya mampu kelu

Bila, kita tlah merajut rindu hasil rangkai benang hidup yang tak kendur maupun lapuk

Kala dan Bila tlah menjadi sepasang frasa tanya atas keambiguan dan penyesalan yang nyalang meminta korban.

Aku menjadi saksi tepuk riuh pergulatan kata yang terhimpun dalam dendang keras yang tak lagi malu untuk menusuk, tak lagi rikuh menghunus pedang dengan Kala dan Bila dimana-mana, tersebut berkali seolah menunjukkan kedikdayanya.

Nyatanya, Kala dan Bila disudut dunia sana, yang tak terjamah dengan kebisingan apalagi sorak berlebihan tengah berpegangan, mesra, seolah lupa dalam arena kadang mereka menjadi lawan yang tak kenal kemanusiaan, aku mengintip malu-malu, takut mengganggu, dan kini kisah itu kuceritakan padamu, kisah terlarang Kala dan Bila, yang entah kapan akan terkuak kebenarannya, aku hanya mampu menyambung ilmu, mencari pemahaman baru akan dunia yang terlalu penuh dusta, beragam tawa tak tulus dan jabat dengan seringai melebar dibelakang.

Aku hanya mampu jatuh kasihan, melihat di ujung peraduan, sisa sore itu mereka mesti berpisah, melambaikan tangan dan berpura-pura memasang wajah datar untuk kemudian kembali menjalani siklus yang telah  tertetapkan yang tak mampu dibekukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar