Kamis, 09 Mei 2013

Dalam Dekapan Ukhuwah, Mencintaimu Saudariku


Kita semua, anak adam, pernah melakukan kesalahandalam dekapan ukhuwah, kelembutan nurani memberi kitasekeping mata uang yang paling mahal untuk membayarnya
dikeping uang itu, satu sisi bertuliskan “akuilah kesalahanmusisi lain berukir kalimat, “maafkanlah saudaramu yang bersalah 
Salim A Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah 

Kumpulan frasa ini mencekikku kuat

Seperti memintaku membuka pintalan masa awal kita kenal

Kau tau ukhti, jelas sangat tahu bagaimana aku yang penuh luka dan kecacatan rasa, kau sentuh tangannya dalam jabat mesra tanda kita tlah saling kenal nama
Bagaimana aku dengan segala keburukkan dan ketidaktahuan kau tatih perlahan menuju sebuah proses pemaknaaan

Kita melewati prosesnya bersama, di surau itu, senja kian beringsut datang, kita membentuk lingkaran dengan akhwat-akhwat berkerudung rapi dan berwajah bercahaya penuh keimanan, ukhti cantik sang pengkaji memberi kita cerita yang begitu menyentuh sanubari, membuat kita malu akan kualitas diri yang selama ini kita pikir tlah mumpuni, tlah memadahi untuk membuktikan cinta yang purna pada Ia Sang Maha Esa.


Kita meringkuk, malu. Dan selepasnya saling mengikat janji memperbaiki diri. Kau dengan segala nasihat yang terlontar melalui lisan maupun tulisan kian memacu semangat itu. Kita pun berlari kian jauh dan kian kuat saling menggenggam.

Mengenali hatimu, mengenali hatiku.

Namun  seperti banyak kisah, akan ada masanya ukhuwah ini terasa mengikat menyakitkan, disaat saling bertatap tak lagi menjadi pondasi mantap malah kian membuat hati gamang tak nyaman, saat bertemu tak lagi melunturkan rindu malah membuat kita gagu saling meragu.

Saat itu kau tahu kualitas iman ku sedang beringsut menurun jauh dibawahmu, karna itu ketaknyamanan kian menjadi momok menakutkan bagi ukhuwah yang perlahan dirajut dengan pintalan benang perbaikan. Saat itu mungkin aku sedang lelah, malas, dan pulas menikmati segala rayuan dan bisikan setan, membuatku kian jauh dengan kebaikan.

Saat itu yang harus kau tahu aku tak sedang meragu, tak juga berarti menginginkan tak lagi ada keberlanjutan atas ukhuwah ini, tidak, sekali-kali tak inginku ada kata berhenti, karena jika ada kata henti dan tinggalkan ku sendiri maka saat itu tak ada lagi kita, tak kan lagi ada esok dan lusa karena luka pasti kan meminta tempatnya, memenuhi rasa sakit dan memilih untuk saling menyakiti sampai akhir, hingga lupa dan tak perlu lagi ada alasan untuk saling menyakiti dan mendiamkan.
Sungguh aku tak mau, maka maafkan aku, atas waktu kesiaanku, atas rasa pilu dan luka dari rombengnya imanku.

Maafkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar