Gadis itu terdiam lagi,
menutup pintu dan memagarinya dengan pecahan kaca bening yang tajam. Tak
menghidupkan lampu, tanda enggan diganggu.
Aku mengintip,
menyelidik, mencoba mencari tahu dan turut campur.
Kau ingat apa isi percakapan
serius terakhir kita ? Tentang pagar yang kau bangun untuk melindungi dirimu
yang sebenarnya.
Kini, entahlah melankolik
tengah memelukku rapat atau rasa rindu untuk bicara seperti dulu bergema kuat ?
Aku tak mengenal dan merasa familiar dengannya.
Kesibukkan, teman baru
dan kehidupan yang lebih membahagiakan kini kuharap kau kecap. Tlah banyak
tangis, bentak tak enak, acuh mengeluh, dan gundah yang tak mampu terbagi kau
rasakan, kini kutersenyum dalam diam, dalam rindu yang hanya mampu kugumamkan,
dalam lirih doa dan sepenggal nama.
Waktu terus menunjukkan
kuasa, janji menghapal ayat demi ayat, berbagi kabar dan berlomba menjadi
wanita baik yang membanggakan keluarga. Hah. Memori lama.
Berharap membersamaimu
dalam kesuksesan, setidaknya menjadi sepenggal nama yang pernah tertumpuk
dimemori lama dan menjadi penguat dalam berproses menuju RidhoNya, Maha Cinta
Allah atas segala ketentuanNya, tak pernah berhenti berharap dan belajar
menjadi wanita sukses yang tak hanya baik di mata manusia namun yang paling penting
dihadapan Sang Pencipta.
Tetaplah konsisten
bersama kebenaran dimanapun kita berada. Nasehat untuk kita, terima kasih atas
cinta selama bersama, temanku yang mandiri dan menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar