Senin, 15 April 2019

Kritik dan Saran Seputar Judul Ceramah di Acara Pengajian

Assalamualaikum, Pak Ustaz, Izin bertanya. Anak saya susah sekali diomingi, bagaimana ya caranya semua dia jadi sadar dan nurut?

Semenjak kembali ke rumah dan mendapati tiap pagi televisi dinyalakan untuk mendengar ceramah, ada sesuatu yang terasa mengganjal di hati. Ditambah dengan sayup-sayup penggalan ceramah Ustaz tersohor yang kerap terdengar dari telpon pintar Ibu. Saya mendapati sebuah fakta bahwa hampir ditiap ceramah yang populer sekarang (selain tentu seputar politik dan keberpihakan) selalu didapati judul yang melibatkan anak sebagai objeknya. Menjadikan anak berbakti lah, doa dan amalan agar anak menjadi penurut dan lain sebagainya.
Tanpa mencoba sok tahu, saya paham kebanyakan peserta yang mendengarkan adalah orang tua, khususnya kaum Ibu. Dan anak adalah topik yang menarik, dekat dengan keseharian serta bisa jadi pengikat rasa senasib sepenanggungan .
Tapi sesederhana bahwa Ibu juga adalah manusia dewasa yang punya kewajiban macam-macam, bukankah seringnya pemilihan judul ceramah seperti ini justru membuat kian kecil wilayah yang mestinya mereka pahami dan beri perhatian?


Anak adalah amanah, tentu saja kita semua setuju atas pernyataan ini. Dan karenanya perlu perhatian ekstra untuk menemani dan membimbingnya tumbuh. Tapi, pembicaraan tentang anak sudah sering kali kita diskusikan dan buat rangkuman panjang. Saya rasa untuk sekarang hal yang paling benar adalah biarkan para Ibu ini menerapkannya dengan cara masing-masing.
Doakan, sayangi, katakan dan tunjukkan, beri hadiah, beri pujian, beri tanggung jawab dan kebebasan.

Lalu bagaimana dengan kewajiban perempuan dewasa yang dipanggil Ibu, selain tentang anak? Pembicaraan tentang anak yang terus menerus ini sejujurnya terdengar agak kurang adil bagiku yang adalah seorang anak.
Jadi gini, kami dijejali pemahaman harus ini itu berprilaku pada orang tua di sekolah dan rumah, sejak kecil hingga dewasa. Tanpa satu pun pemahaman bagaimana orang tua harusnya bertindak. Eh masih ditambah dengan berbagai ayat dan hadis di kajian para IBU tentang bagaimana ANAK harus berprilaku.
Jadi siapa dong yang akan mengatakan pada para orang tua hal apa yang mestinya mereka lakukan untuk anaknya?
Kapan para orang tua akan sadar bahwa mereka bukan hanya punya hak mengutuk namun juga kewajiban untuk memeluk?


Kenapa di kajian-kajian tidak diajarkan dan pahamkan bahwa anak bisa salah dan apa yang mesti dilakukan orang tua untuk menghadapinya? Kenapa selalu tentang mendidik anak agar sukses, kaya dan beriman? Kenapa kita tidak pernah diajarkan tentang seni menerima kekalahan dan ketidak sesuaian mimpi dengan kenyataan?
Bukankah menerima takdir buruk dan baik juga adalah bentuk kepasarahan pada Tuhan? 

Bagaimana dengan kewajiban para Ibu terhadap diri dan lingkungan sekitar? Apakah ada pertanyaan ditiap kajian, sudahkah menjenguk tetangga yang sakit? Sudahkah menggalang dana bulanan untuk Ibu pengumpul rongsokan atau Kakek penjual pisang yang sering lewat tiap minggu ke gang tempat tinggal?
Bukankah masing-masing dari kita adalah pemimpin? Memimpin diri sendiri ke versi terbaik yang bisa diupayakan. Bagaimana tentang kewajiban sebagai bagian dari masyarakat disebuah negeri dan bagian dari manusia dunia, topik nasional atau internasional yang wara wiri di televisi? Tips mengelola hoaks di whatsapp grup keluarga, misalnya. Atau yang lebih dekat namun terasa jauh karena jarang dapat porsi pembicaran, tentang pemanasan global yang dampaknya bukan hanya pada satu dua negara tapi seluruh bagian dunia, bukan setahun dua tahun ke depan namun nanti bisa sampai berpuluh tahun dari sekarang. Setiap minggu para Ibu bisa buat kegiatan memilah sampah dan berbagi tips mengurangi sampah plastik di lingkungan sekitar.

Photo by Jorge Mallo on Unsplash

Bayangkan betapa besar perubahan yang bisa dilakukan bila Ibu-ibu ini bukan hanya memperhatikan anak dan suami di rumah namun juga tetangga, orang-orang yang ditemui di jalan juga lingkungan global. Dan semua ini hebatnya dalam Islam ada dalil dan anjurannya.
Bukannya ingin memaksakan pemahaman namun untuk saya yang seorang perempuan yang kelak berharap bisa jadi Ibu. Saya ingin dunia para Ibu tidak terbatas hanya sumur, kasur dan dapur. Kelak saya ingin anak-anak melihat contoh nyata bagaimana Ibunya berusaha semaksimal mungkin menggali potensi dan perannya menjadi kebermanfaatan untuk semua.
Sekali lagi mari mentadaburi sebuah sabda Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam dalam Shahihul Jami’ no 3289,  Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk sesama.
Jadi para pengelola kajian dan para guru agama, tolong tambahkan variasi diisi ceramahnya. Kita sama-sama mau orang tua dan anak belajar bersama bukan hanya satu pihak menuntun kesempurnaan dari pihak lainnya.

Photo by Jeremy Yap on Unsplash

Tidak ada komentar:

Posting Komentar