Assalamualaikum, Pak Ustaz, Izin bertanya. Anak saya susah sekali diomingi, bagaimana ya caranya semua dia jadi sadar dan nurut?
![]() |
Photo by Mohamed Nohassi on Unsplash
|
Semenjak kembali ke rumah dan mendapati tiap pagi televisi dinyalakan
untuk mendengar ceramah, ada sesuatu yang terasa mengganjal di hati. Ditambah
dengan sayup-sayup penggalan ceramah Ustaz tersohor yang kerap terdengar dari
telpon pintar Ibu. Saya mendapati sebuah fakta bahwa hampir ditiap ceramah yang
populer sekarang (selain tentu seputar politik dan keberpihakan) selalu
didapati judul yang melibatkan anak sebagai objeknya. Menjadikan anak berbakti
lah, doa dan amalan agar anak menjadi penurut dan lain sebagainya.
Tanpa mencoba sok tahu, saya paham kebanyakan peserta yang
mendengarkan adalah orang tua, khususnya kaum Ibu. Dan anak adalah topik yang
menarik, dekat dengan keseharian serta bisa jadi pengikat rasa senasib
sepenanggungan .
Tapi sesederhana bahwa Ibu juga adalah manusia dewasa yang
punya kewajiban macam-macam, bukankah seringnya pemilihan judul ceramah seperti
ini justru membuat kian kecil wilayah yang mestinya mereka pahami dan beri
perhatian?
![]() |
Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash
|
Anak adalah amanah, tentu saja kita semua setuju atas
pernyataan ini. Dan karenanya perlu perhatian ekstra untuk menemani dan
membimbingnya tumbuh. Tapi, pembicaraan tentang anak sudah sering kali kita
diskusikan dan buat rangkuman panjang. Saya rasa untuk sekarang hal yang paling
benar adalah biarkan para Ibu ini menerapkannya dengan cara masing-masing.
Doakan, sayangi,
katakan dan tunjukkan, beri hadiah, beri pujian, beri tanggung jawab dan
kebebasan.
Lalu bagaimana dengan kewajiban perempuan dewasa yang
dipanggil Ibu, selain tentang anak? Pembicaraan tentang anak yang terus menerus
ini sejujurnya terdengar agak kurang adil bagiku yang adalah seorang anak.
Jadi gini, kami dijejali pemahaman harus ini itu berprilaku
pada orang tua di sekolah dan rumah, sejak kecil hingga dewasa. Tanpa satu pun
pemahaman bagaimana orang tua harusnya bertindak. Eh masih ditambah dengan berbagai
ayat dan hadis di kajian para IBU tentang bagaimana ANAK harus berprilaku.
Jadi siapa dong yang akan mengatakan pada para orang tua hal
apa yang mestinya mereka lakukan untuk anaknya?
Kapan para orang tua akan sadar bahwa mereka bukan hanya
punya hak mengutuk namun juga kewajiban untuk memeluk?
![]() |
Photo by Majid Korang beheshti on Unsplash
|
Kenapa di kajian-kajian tidak diajarkan dan pahamkan bahwa
anak bisa salah dan apa yang mesti dilakukan orang tua untuk menghadapinya?
Kenapa selalu tentang mendidik anak agar sukses, kaya dan beriman? Kenapa kita
tidak pernah diajarkan tentang seni menerima kekalahan dan ketidak sesuaian
mimpi dengan kenyataan?
Bukankah menerima takdir buruk dan baik juga adalah bentuk
kepasarahan pada Tuhan?
Bagaimana dengan kewajiban para Ibu terhadap diri dan lingkungan
sekitar? Apakah ada pertanyaan ditiap kajian, sudahkah menjenguk tetangga yang
sakit? Sudahkah menggalang dana bulanan untuk Ibu pengumpul rongsokan atau
Kakek penjual pisang yang sering lewat tiap minggu ke gang tempat tinggal?
Bukankah masing-masing dari kita adalah pemimpin? Memimpin
diri sendiri ke versi terbaik yang bisa diupayakan. Bagaimana tentang kewajiban
sebagai bagian dari masyarakat disebuah negeri dan bagian dari manusia dunia, topik
nasional atau internasional yang wara wiri di televisi? Tips mengelola hoaks di
whatsapp grup keluarga, misalnya. Atau yang lebih dekat namun terasa jauh
karena jarang dapat porsi pembicaran, tentang pemanasan global yang dampaknya
bukan hanya pada satu dua negara tapi seluruh bagian dunia, bukan setahun dua
tahun ke depan namun nanti bisa sampai berpuluh tahun dari sekarang. Setiap
minggu para Ibu bisa buat kegiatan memilah sampah dan berbagi tips mengurangi
sampah plastik di lingkungan sekitar.
![]() |
Photo by Jorge Mallo on Unsplash
|
Bayangkan betapa besar perubahan yang bisa dilakukan bila
Ibu-ibu ini bukan hanya memperhatikan anak dan suami di rumah namun juga
tetangga, orang-orang yang ditemui di jalan juga lingkungan global. Dan semua
ini hebatnya dalam Islam ada dalil dan anjurannya.
Bukannya ingin memaksakan pemahaman namun untuk saya yang
seorang perempuan yang kelak berharap bisa jadi Ibu. Saya ingin dunia para Ibu
tidak terbatas hanya sumur, kasur dan dapur. Kelak saya ingin anak-anak melihat
contoh nyata bagaimana Ibunya berusaha semaksimal mungkin menggali potensi dan
perannya menjadi kebermanfaatan untuk semua.
Sekali lagi mari mentadaburi sebuah sabda Nabi Muhammad
Salallahu Alaihi Wassalam dalam Shahihul Jami’ no 3289, Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat untuk sesama.
Jadi para pengelola kajian dan para guru agama, tolong
tambahkan variasi diisi ceramahnya. Kita sama-sama mau orang tua dan anak
belajar bersama bukan hanya satu pihak menuntun kesempurnaan dari pihak
lainnya.
![]() |
Photo by Jeremy Yap on Unsplash
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar