Kamis, 11 Juli 2013

Untukmu Ayah


Untuk tiap janji yang tak kau ingkari, terima kasih abi.
Untuk tiap lelah yang tak kau keluh, ku bantu kau usap peluh.

Menatapi banyak kisah tergores bahwa cinta kadang berujung derita.
Mencintai bisa jadi alasan basi, dan melukai menjadi opsi yang tak teringkari, saat hati tlah saling pikun akan alasan untuk mendayung berbagi perahu maka yang tinggal hanya semu penyesalan bahwa pilihan kadang bisa salah dibelakang. Pembenaran.

Tak bisa menutup mata, karena korban bahkan dengan tersandung dan kepayahan mencoba bergerak perlahan, sadar bahwa semua berubah, karena pegangan dan pedoman tlah berbalik mencari pelarian.
Dilema, karena kita tahu tak pernah ada niat diawal, adapun, mati-matian ditiup hingga padam, namun apadaya saat masa perlahan mengaburkan rasa maka tinggal menanti salah satu memutuskan pergi. Miris.

Aku sempat tak percaya cinta, karena memori lama membuatku tersedak berkali-kali akan indah syahdu kata dan laku yang ternyata palsu. Mencintai-tersakiti menjadi semacam delusi yang sayangnya terus-terusan berputar bagai kaset rusak, memaksaku terisak memegangi dada yang kepayahan menggerakan diafragma.

Dan pada akhir, aku berkali menggeleng saat tangan-tangan suci itu datang lagi, mengulur bagai menawarkan keindahan dan kasih sayang yang perlahan tlah ku kubur sebagai kebutuhan. Tidak ada lagi inginku, aku putuskan menguncinya dalam kotak nadi rahasia, biar tak terbuka.

Namun hari itu, angin yang bergelanyut dipipiku membisikkan senyum lebar, akan ada cinta yang kan kau temukan, hanya sabar tunggu dan nantikan, kini Tangan Tuhan yang kan mengulur keluar hingga tak ada kemampuan bagimu menggeleng atau menolak, sayang.

Itu tanganmu, abi. Tangan dengan baju panjang putih yang terbujur diatas tubuh tinggi tegapmu, dibawah bayang senyum dan binaran matamu, aku mengangguk bahkan sebelum aku sadar apa yang kau tawarkan. Kau ingin mengangkatku, " nanti abi jadikan adek salah satu dari bidadari surga dirumah." ujarmu

Aku tersipu, itu janji paling semu yang pernah kudengar terlontar sebagai penawaran, tapi getar janji itu membuatku menutup mata hingga ternyata ada sebulir, dua bulir air mataku terlempar keluar, nyaris sesak namun melegakan.

Kini biar aku dendangkan doa suci bagimu disana, diatas pembaringan abadi tertutup gundukan tanah. Biar yang Maha Cinta membalas cinta sepadan dengan yang kau bagi padaku, pada kami dengan penuh ketulusan.

*Teruntuk semua ayah diseluruh dunia, terima kasih karena tak ingkar dan meninggalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar