Senin, 10 Februari 2020

Bahas Putus, Yuk

Sebagai orang yang sering dicurhati tapi minim pengalaman tentang hubungan percintaan, hari ini aku ingin berbagi perspektif. Ceritanya tentang bagaimana hubungan yang berjalan sekian lama bisa dilihat dari perspektif yang berbeda.


Beberapa waktu lalu, seseorang yang aku kenal baru saja mempublikasikan diri telah mengakhiri hubungan dengan sang kekasih yang telah berjalan selama kurang lebih 7 tahun lamanya. Mereka bersama sejak bangku kuliah strata 1. Si lelaki kemudian melanjutkan dengan bekerja dibidang hiburan, si gadis juga sama. Namun ia melakukannya dari negara yang jauh, Inggris Raya.

Ya, Mbak M sebut saja, memilih untuk melanjutkan pendidikan ke negeri sebrang sembari melebarkan sayap di dunia permodelan. Layaknya muda mudi usia dewasa muda mereka terlihat baik-baik saja. Beberapa kali jalan bersama terakhir malah liburan ke Jepang jadi pilihan mengisi waktu saat Mbak M pulang.

Photo by Roman Kraft on Unsplash

Kabar ini mendapat respon gado-gado. Mereka memang bukan tipikal yang suka pamer kemesraan jadi memang tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana permasalahan tercipta. Namun yang pasti banyak yang menyayangkan keputusan yang sudah diambil mereka berdua. Tampan dan cantik, berkecukupan, pintar, punya teman pergaulan yang sama, usia telah cukup juga untuk mulai berkeluarga.
Hingga ketika berita ini menyebar banyak yang merasa khawatir dengan keadaan mental mereka berdua.
"Bukankah menyakitkan mengakhiri hubungan setelah sekian lama?"

Karena aku hanya kenal si lelaki, aku akan coba mendeskripsikan keadaannya kini. Anehnya, tidak seperti yang dikhawatirkan. Dia terlihat jauh lebih bahagia, bobotnya naik, beberapa pekerjaan diambil sekali jalan. Booked and busy, istilah anak jaman sekarang.
Ia juga memberanikan diri memulai usaha baru bersama kawan-kawannya, sebuah co-worker space dibuat dan ia menjadi salah satu pemodal. Fyi, co-worker space ini awalnya adalah proyek di mana Mbak M juga tergabung (info yang aku baru tahu belakangan) namun karena mereka putus sebelum usaha diluncurkan maka nama Mbak M dihapus.

Tapi layaknya manusia yang suka sok tahu, beberapa kawan masih tetap mengkhawatirkan keadaan si lelaki. Aku pun kadang bergumam sendiri, "jangan-jangan tawa di depan kami hanya topeng?"

Begitu, hingga suatu hari aku menemukan tulisan disebuah akun yang menyatakan
"Aku baru saja putus dari pacar 10 tahunku dan rasanya sangaaaat bahagia."


Saat itu juga aku merasa tercubit perasaan bersalah pada si lelaki. Bagaimana bisa aku mempertanyakan keadaannya seolah paling tahu? Khawatir boleh, tentu saja, namun memaksakan ide kita pada keadaan orang lain itu tindakan yang kurang bijak.

Kita kadang lupa bahwa hidup ini seringnya tidak punya formula khusus. Untuk mendapatkan jawaban 7, tidak melulu mesti 2+5 mungkin juga 10-3. Ada banyak sekali pintu untuk bahagia. Pilihan-pilihan yang kurang populer, janggal dan disayangkan banyak orang, mungkin bisa jadi jalannya.
Menjadi jomlo di usia 29 tahun tidak harus dilalui dengan nestapa, mungkin ini adalah jalan baru menemukan keindahan berjuang sendiri. Itu hikmah yang bisa aku ambil dan perspektif baru tentang sebuah hubungan.

Photo by Christian Lue on Unsplash

Ada pasangan yang mengakhiri hubungan dengan kesedihan tak berujung, juga ada yang mengakhiri hubungan untuk menemukan diri sendiri, move on dan lebih bahagia.
Kita tidak pernah tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar