Kau cantik, Umi. Cantik dengan jilbab panjang yang kau
kenakan dengan penuh ketaatan.
Kau kian cantik, Umi. Cantik karena kau patuhi Allah
dan suami.
Kau bercahaya. Bercahaya dengan pancaran cinta dan doa
dari anak-anak yang kau sayangi dengan tutur sempurna.
Kau kian bercahaya, Umi. Oleh karena hafalah ayat dan hadis tiap hari.
Kau kian bercahaya, Umi. Oleh karena hafalah ayat dan hadis tiap hari.
Keringat dan doa tak lepas kau jadikan pegangan, kau
genggam dan biarkan ujungnya terulur keatas menuju Arsy nya, menuju putih suci
kasih Illahi.
Maka Ia ingin kau berdoa, karena lafal cintamu Umi
manis syahdu mengusik rindu. Maka biarkan aku sejenak tersedu di bahumu,
mendekap kehangatan dari panasnya cacian dan nada sinis diluar.
Maka biar ku lukis senyum lagi, Umi, dengan meminjam
keikhlasanmu dan senyum murni dari mata air kasih.
Karena tulus tak harus berjalan mulus, karena cinta
tak mesti berbalas puja dan kadang sayang tak cukup terganjar peluk dan kecup
hingga kini ditengah malam kau hanya bisa duduk terpekur, menanti dan berdoa
ditemani seribu kunang-kunang.
Biarkan terus begini, ikatan tanpa darah tak mesti hanya searah, karena ku menyayangimu atas kecantikan akidah, biarkan terus ku belajar, berhenti memuja dunia dan kefanaan semesta. Karena sayangku pada fana tlah berbukti nestapa, karena saat ku coba genggam semesta yang kudapati hanya kekosongan belaka, maka biarkan aku kembali, Umi, menggenggam tangan yang gemetar namun penuh kekuatan mengajakku kembali, maka tatih aku melafalkan doa dan usap air mata, bersama menuju kewajiban hakiki seorang hamba di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar