Saat proses panjang
pencarian ilmu itu hanya dinilai dengan angka mutu. Saat arti kejujuran tak lagi
di indahkan. Saat Tuhan digadaikan hanya demi nilai yang terpampang, hanya demi
gelar Cumlaude yang disandang.
Sedih pun tak mampu
menjelaskan secara gamblang bagaimana rasa yang kini bergelanyut manja dalam
dada. Marah pun tak bisa. Mengubahnya mau dimulai dari mana ? Jika hati nurani
tak lagi jadi tameng atas dosa, jika doa-doa dan sujud yang tiap hari terbaca
dan terupa tak mampu mengingatkan akan akhirat disana.
Kita masih muda, kawan. Tapi
tak berarti kita hidup selamanya. Kita masih muda, kawan. Tapi siapa yang bisa
sangka, bisa menerka jika batang usia mungkin tak genap dua puluh lima.
Ini hanya perihal di dunia.
Kita belajar bukan untuk pintar, kita belajar bukan untuk jadi menteri. Jadi
untuk apa sebenarnya kau ributkan nilai yang kau sendiri tak tahu apa artinya
bagimu. Bukankah kenyataan yang hakiki tergambar disana, di realita. BAHWA
MEREKA YANG JUJUR LEBIH BAHAGIA tak hanya didunia, tapi Insyaalloh kelak hingga
kesurga. Bukan kejeniusan yang membuatmu jaya, tapi berbagai sikap positif diri
dan kemauan menjalani proses yang panjang dengan penuh kesabaran adalah
kuncinya.
Menuntut ilmu perintah
Tuhan, namun semua tak pernah diukur dengan
gelar, tidak juga dengan kesoktahuan dan tidak dengan mengindahkan aturannya yang dilarang.
Sadarkah, kita masih
terbelenggu untuk meributkan hal-hal sepele berkisar nilai mutu satu semester
yang kita tahu takkan membunuh, kita terdogma untuk saling sikut merebutkan
harta dunia yang habis dilahap sekejap mata. Ya, kita, anak muda Indonesia.
Tak bisakah kita buka mata,
dan mulai melihat apa yang terjadi disana, dinegeri-negeri yang kita sebut saudara, dinegeri islam
tempat bercecernya darah syuhada. Para syuhada itu seperti kita, pemuda. Usia
kita tak jauh beda dengan mereka, tapi apakah kau tahu yang mereka perjuangkan
jauh, sangat jauh melampaui apa yang kita ributkan dan rebutkan setiap hari.
Mulai buka bukumu, mulai baca agar tahu. Rasa malu niscaya meletup-letup dalam
dada, rasa malu pada Allah, Nabi dan para orang mukmin diluar sana.
Dimana kau saat
mereka meregang nyawa di Tanah Palestina ? Sedang apa kau saat peluru menembus
kepala saudaramu di Syria ? Sedang sibukkah kau untuk belajar, berkarya dan
mengirim doa, atau sibuk bercanda, berleha-leha dan membuang waktu yang ada
? Bagaimana jika kelak deretan Tanya ini meminta
tanggung jawab kita disana, dihadapan Nya yang maha kuasa. Lantas apa jawab
kita ?
Perenungan bersama untuk
kita, yang dengan bangga menyebut diri sebagai pemuda, namun masih enggan
belajar, berkarya dan mengirim doa untuk saudara kita disana.
Salah satu tulisan hasil
penarikan kesimpulan dari fenomena yang
kini ada.
Sudahlah kawan, hentikan
keluhanmu, mari gandeng tanganku, mari saling membahu, bergerak dan kelak
disana kita bisa dengan tegak dan jelas menjawab pertanyaanNya, Untuk apa
waktu yang Ku beri untukmu di Dunia ?
Lagi-lagi tak ada kesan
menggurui, berkali-kali kutulis kata kita, itu tak berarti hanya untuk kau,
pembaca, tapi juga untukku, karena akulah yang paling merasa tak tahu malu akan
waktu panjang yang telah kulewati itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar