Minggu, 23 April 2017

Di antara Daun Gugur

image by weheartit

‘Kamu masih suka musim gugur?’
Aku tidak ingat sebelumnya pernah begitu kaget dan menoleh secepat kilat seperti yang kulakukan sekarang.
‘Kamu masih ingat?’, tanyaku memastikan.
Kamu tertawa pelan dengan tangan kanan yang menutup bibir, seolah takut aku mengintip.
‘Tentu saja, pria lucu. Aku selalu ingat.’
Dan disinilah aku, di tengah merahnya senja. Merasa angin yang menerpaku mendingin. Jaket ku eratkan ke tubuh. Angin musim gugur.
.

Ini musim gugur kedua setelah kami saling mengenal. Dia guru pindahan ke sekolah tempat aku mengajar dua tahun belakangan.
Dia ramah dan punya senyum cerah. Caranya bicara dan menyapa membuat orang-orang lekas akrab dan menjadi teman dekat, bahkan aku yang pendiam bukan pengecualian.
.
‘Orang tua ku meminta aku cuti dan pulang ke rumah sebentar.’
Itu adalah kalimat terakhirmu hari itu. Anehnya aku menemukan sedikit keenganan di raut wajahmu yang masih menunjukkan senyuman.
Karena ku pikir itu tanda dari kelelahan, aku merasa tidak perlu bertanya.
.
Seminggu setelah cuti panjang. Kamu kembali menjadi perempuan serupa, cerah dan merekah. Menyingkirkan penuh kecurigaanku tentang perilaku tidak biasamu kala itu.
.
Musim gugur hampir habis, hari itu kamu memutuskan ingin bicara sesuatu. Aku setuju.
‘Aku dijodohkan.’
Aku tahu musim favoritku akan segera pergi, aku kesal. Tapi mendengar ucapanmu barusan, rasa kesal yang berbeda muncul memenuhi dada.
‘aku sudah bertemu dengan orangnya. Sepertinya ia baik. Jadi kami memutuskan untuk saling mengenal lebih jauh.’

Cerita 2/2 (Tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar