Ada kalanya kita terlalu asyik berbicara hingga lelah namun
tak dapat apa-apa.
Ada kalanya kita mendengar, mendapat banyak hal namun tak
diberi jeda untuk bicara.
Kadang aku pikir setiap orang butuh waktu untuk bicara
sendiri.
Membenarkan pendapat pribadi yang kita tahu tak disetujui.
Mengangguk dan menepuk pundak sendiri atas kerja selama ini.
Menghela napas, tercekat, mengangguk, menggeleng sendirian.
Karena kadang tak cukup banyak kita temukan orang-orang yang bersedia memahami karena memang suka dan rela untuk paham, lebih sering menemukan mereka yang terikat dan terpaksa untuk mendengar.
Kalaupun bertemu dengan yang sepaham, tak selalu ada waktu
untuk diam.
Kadang aku pikir kemampuan paling utama yang penting
dimiliki tiap manusia adalah bicara dengan diri sendiri.
Memahami bahwa di masing-masing diri ada bagian yang harus
kita dengarkan dan ajak berbincang.
Ada butir-butir kelelahan yang tak cukup terhibur dengan
lelap tiap malam.
Ada genggaman yang tak cukup reda rasa sepinya meski
berpuluh kali bersalaman.
Ada tarikan bibir yang sebenarnya ingin bergemeretak
ketakutan, meski telah dilatih berjuta kali untuk menahan cengiran dari jarak
bermeter-meter pandangan.
Mari bicara dengan diri sendiri, berkontemplasi.
Mari mengambil jarak sebentar, menemui dirimu yang terdalam.
Mari ketuk pintu, lalu berkata “mari bicara, aku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar