flickr.com
Di
gerimis yang membasahi hijab putih ku yang terulur, ku titipkan rindu untuk
menatapmu, Ibu. Di jejak langkah tanah becek dan kubangan air yang membuat kaus
kaki cokelatku basah karena lubang di sepatu putih yang ku kenakan, ku rangkai doa
penuh cinta atas segala pengorbanan yang kau lakukan.
***
Hujan
membawaku pada memori di malam-malam yang telah kita lewati, di malam dingin
dengan derasnya hujan yang mengalir, kau kenakan mantel hitam, memasukkan
sepatu ke dalam tas biru, memakai helm, dan membungkus kaki yang mengenakan
sendal jepit dengan kresek hitam besar.
Kau
yang begitu tangguh dan aku yang mengantar kepergianmu sampai di depan pintu
rumah sederhana kita yang bercat biru, dengan senyum dan hati yang basah oleh
embun keharuan.
Hampir 20 tahun kau lalui malam-malam berhujan dengan seragam mantel yang sama. Tanpa keluh, tanpa pernah ku lihat lelah di matamu. Dan kini dalam rinai hujan yang sama, izinkan aku mencicip basah yang sama. Basah yang telah kau lewati bertahun-tahun. Basah yang membuatku cemas akan keselamatanmu, basah yang membuatku kian iri dengan hangat yang melingkupi ibu-ibu tetangga sebelah rumah, yang tak mesti bekerja, membantu suaminya mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Hampir 20 tahun kau lalui malam-malam berhujan dengan seragam mantel yang sama. Tanpa keluh, tanpa pernah ku lihat lelah di matamu. Dan kini dalam rinai hujan yang sama, izinkan aku mencicip basah yang sama. Basah yang telah kau lewati bertahun-tahun. Basah yang membuatku cemas akan keselamatanmu, basah yang membuatku kian iri dengan hangat yang melingkupi ibu-ibu tetangga sebelah rumah, yang tak mesti bekerja, membantu suaminya mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Bola
mata ku terus mengikuti pergerakan sepeda motor yang kau naiki, hingga
mengecil, kian jauh dari rumah. Tak terasa pandanganku memburam, membawaku pada
setekad janji untuk patuh pada wanita mulia bergelar ibu yang dengan tulus
berjuang demi melihatku tumbuh besar dengan nyaman tanpa kekurangan.
Hujan
membuat kian basah baju yang ku pakai berjalan memecah gerimis dan kelabunya
awan, seperti basahnya mukenahmu yang pasrah menerima ribuan tetes air mata
dalam malam-malam yang kau habiskan dengan sujud dan berdoa. Dan ditiap lembar
doa yang kau ucap, ku dengar namaku berkali kau sebut.
***
Kau
yang selalu lugas merangkai nasihat bagi gadis kecil yang kini tengah berjuang
menyelesaikan pendidikan sarjana. Kau
yang tak lelah bertanya pada tiap sambungan telpon atau pesan pendek yang dikirim
tiap malam. Kau yang membuatku rindu pada pesona kasih yang ikhlas kau bagi
tanpa pamrih untuk diganti. Membuatku terbata mengeja makna cinta yang purna,
jika cinta antar manusia bisa demikian haru dan membuatku candu, maka bagaimana
cinta yang selama ini diberi Rabbku ?
Cinta
yang membuatku terbangun di pagi yang indah, mengizinkanku mencicipi hari yang
penuh berkah dan memberiku jeda pada malamnya. Pantaskah jika makhluk bergelar
hamba ini kemudian merasa berdaya untuk tak bersyukur dalam sujud & doa ?
Bersyukur
atas cinta yang dititipkanNya pada hati kedua orang tua kita dan berdoa untuk
ampunan dosa keduanya.
*Sebuah karya di tahun 2014. Pengobat rindu untuk pembaca setia. elehh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar